Budaya Minangkabau
Masyarakat Minangkabau merupakan masyarakat
matrilineal yang terbesar di dunia, di mana harta pusaka diwaris menerusi nasab
sebelah ibu. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa adat inilah yang menyebabkan
ramai kaum lelaki Minangkabau untuk merantau di seluruh Nusantara untuk mencari ilmu atau mencari kemewahan dengan
berdagang. Anak laki-laki seumur 7 tahun akan meninggalkan rumah mereka untuk
tinggal di surau di mana mereka diajarkan ilmu agama dan adat Minangkabau. Anak
remaja mereka diwajibkan untuk meninggalkan perkampungan mereka untuk mencari
ilmu di sekolah atau menimba pengalaman dari luar kampung dengan harapan yang
mereka akan pulang sebagai seorang dewasa yang lebih matang dan
bertanggungjawab kepada keluarga dan nagari (kampung halaman). Tradisi ini
berhasil membangkitkan beberapa masyarakat rantauan Minangkabau di Kota dan
tempat-tempat lain di Indonesia. Namun ikatan mereka dengan Ranah Minang (Tanah Minang)
masih terjaga dan dieratkan lagi. Satu contoh kawasan yang didiami oleh
masyarakat Minangkabau dan masih memakai adat dan budaya Minangkabau adalah Negeri
Sembilan di Malaysia. Selain dikenal sebagai orang pedagang, masyarakat Minang
juga telah melahirkan beberapa penyair, penulis, negarawan, budayawan,
Cendikiawan, dan para ulama. Ini mungkin terjadi karena budaya mereka yang
memberatkan pencarian ilmu pengetahuan. Sebagai penganut agama Islam yang kuat,
mereka cenderung kepada ide untuk menggabungkan ciri-ciri Islam dalam
masyarakat yang modern. Selain itu, peranan yang dimainkan oleh para
cendekiawan bersama dengan semangat bangga orang Minang dengan identitas mereka
menjadikan Tanah Minangkabau, yaitu, Sumatera Barat, sebagai sebuah Penggagas utama dalam pergerakan
kemerdekaan di Indonesia. Masyarakat Minang, terbagi kepada beberapa buah suku,
yaitu, Suku Piliang, Bodi Caniago, Tanjuang, Koto, Mandailiang, Sikumbang,
Malayu,Jambak dll. Kadang-kadang juga, keluarga yang sesuku tinggal dalam satu
rumah besar yang dipanggil Rumah Gadang. Penggunaan bahasa
Indonesia sudah biasa di
kalangan masyarakat Minang, tetapi mereka masih boleh bertutur dalam bahasa
ibunda mereka, yaitu, bahasa Minangkabau. Bahasa Minangkabau mempunyai bahasa yang mirip dengan bahasa
Melayu tetapi berbeda
dari segi sebutan dan juga tatabahasa hingga menjadikannya unik. contohnya :
dimana-dima,mengapa-manga,belum-alun,pasar-pasa,jangan-jaan,pergi-pai,boleh-buliah,lengang-langang,sudah-alah,jatuh-jatuah.
Salah satu aspek terkenal mengenai orang Minang adalah makanan tradisional
mereka seperti rendang, Soto Padang (makanan sup), Sate Padang dan Dendeng Balado (daging dendeng berlada-cabai). Restoran Minangkabau yang
sering digelar “Restoran Padang” dapat dijumpai merata Indonesia, negara-negara
jiran serta Seluruh Dunia.
Perkataan Minangkabau merupakan gabungan dua
perkataan, yaitu, minang yang bermaksud “menang” dan kabau untuk
“kerbau”. Menurut lagenda, nama ini diperoleh dari peristiwa perselisihan di
antara kerajaan Minangkabau dengan seorang Pangeran Raja dari Jawa yang
meminta pengakuan kekuasaan di Sumatera (Minangkabau). Untuk mengelakkan diri
mereka dari berperang, maka rakyat Minangkabau yang dikenal akan kecerdikannya
menganjurkan pertandingan adu kerbau di antara kedua pihak. Pangeran Jawa
tersebut setuju dan memamerkan seekor kerbau yang besar dan ganas. Rakyat setempat
pula hanya memamerkan seekor anak kerbau yang lapar tetapi dengan tanduk yang
telah ditajamkan. Sehingga membuat Pangeran Jawa tertawa terpingkal-pingkal.
Pada saat di adu, si anak kerbau yang kelaparan dengan tidak sengaja menyeruduk
tanduknya di perut kerbau itu karena ingin mencari puting susu untuk
meghilangkan lapar perutnya. Kerbau yang ganas itu pun mati dan rakyat
minangkabau menyelesaikan perebutan tanah minangkabau dengan cara yang aman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar