Senin, 14 Januari 2013

Sejarah

           Sejarah

Berdasarkan historis, budaya Minangkabau berasal dari luhak nan tigo, yang kemudian menyebar ke wilayah rantau di sisi barat, timur, utara dan selatan dari Luhak Nan Tigo. Saat ini wilayah budaya Minangkabau meliputi sumatra barat, bagian barat Riau, pesisir barat Sumatera Utara,bagian barat Jambi, bagian utara Bengkulu, bagian barat daya Aceh hingga negeri sembilan Malaysia
Budaya Minangkabau pada mulanya bercorakkan budaya animisme dan Hindu- Budha. Kemudian sejak kedatangan para reformis Islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18, adat dan budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan Hukum islam dihapuskan. Para ulama yang dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Haji Sumanik, mendesak  Kaum adat untuk mengubah pandangan budaya Minang yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya animisme dan Hindu-Budha, untuk berkiblat kepada Syariat Islam. Budaya menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam pesta-pesta adat masyarakat Minang.
Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah Perang Padri yang berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan cadiak pandai (cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk mendasarkan adat budaya Minang pada syariat Islam. Kesepakatan tersebut tertuang dalam adagium Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai. (Adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan kepada Al-Quran). Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan pengembangan manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga sejak itu, setiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki mesjid  selain surau yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau yang beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain belajar mengaji, mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela diri penak silat.